Minggu, 12 Juni 2011

Pergi Dengan Yang Lain

Semburat ungu menghiasi di langit yang jingga. Hari sudah senja, tak lama lagi gemerlap bintang akan singgah di langit yang membentang luas, sebuah panorama yang biasa akrab dengan kehidupanku. Sesekali ku lihat ke atas langit sebari berharap wajahnya terlukis mengindahkan malam yang semakin larut. Dan tanpa ku sadari, ku tertidur lelap di kursi taman yang selalu menemaniku di saat ku sendiri.

Cahaya mentari pagi membangunkan tidur panjangku, peralahan sisa tetesan embun yang hinggap di keningku hilang seiring dengan pagi yang semakin tua. Di tempat yang penuh kenangan itu, aku masih menunggunya dengan setia dan bagiku dia takkan ku lupa.

Pukul sepuluh , saat yang tepat untuk menunggunya disini, selasar sebuah masjid yang selalu teduhkan jiwaku. Melapangkan pikiranku dari jenuhnya suasana sekolah. Hal inilah yang menjadi salah satu alasanku untuk segera kembali ke tempat ini begitu sekolah usai. Dan kini aku masih asyik sendiri menikmati alunan lagu nasyid di headset yang terpasang di telingaku, sambil menikmati lagu tanpa henti, ku lihat ke arah selasar masjid berharap bisa melihat seseorang yang selama ini selalu ku mimpikan.

Waktu yang terus berputar, tak membuat surut semangatku untuk menunggunya, di tempat yang ku singgahi ini adalah tempat yang sering ku jumpai yaitu Masjid Al-Amanah. Selain itu banyak pula bebrapa siswa-siswi yang sedang melepas lelah sehabis melakukan aktivitas sekolah. Tak jauh dari tempatku berdiam, ku lihat seorang akhwat yang sedang asyik mengobrol dengan teman sebayanya, perlahan ku lihat tingkahnya, bicaranya dan tanpa ku sadari senyumannya mengetuk hatiku. Di samping kananku teman-temanku asyik tidur-tiduran, mengerjakan tugas, makan,mengobrol, bahkan ada yang sedang berpacaran. Tidak seperti aku yang sedang merana karena cinta. Siang semakin menjadi, kurasakan panas yang teramat menyengat karena kulitku langsung terjemur dibawah sinar matahari. Kini aku bersandar di samping lemari tempat penyimpanan sepatu. Dari arah depan tempat penyimpanan sepatu, arah pandanganku tertuju pada salah satu mading yang di buat oleh anak-anak remaja masjid, dari salah satu bacaan itu ada yang membuatku tertarik yaitu karya sastra puisi yang di buat oleh anak remaja masjid. Ku baca dari awal isi puisi tersebut, dan ketika penggalan puisi itu ku baca “Mungkin suatu saat nanti, cinta kan bersemi menghampiriku...” perlahan ku simak isi puisi yang berjudul “Ku Selalu Merindukannya” itu dengan penuh perasaan , “Uhk,, rasanya sama persis dengan keadaanku” gumamku, dan di akhir puisi itu tertulis penyairnya Uktyi Ima. Di samping puisi tersebut ada sebuah pertanyaan soal agama, sambil iseng, ku jawab pertanyaan itu dan mengirimkannya ke nomer yang tertera di di bawahnya.

Sambil mendengarkan musik MP3, dan browsing internet di handphone,tanpa ada kerjaan, ku masukkan alamat grupFB remaja masjid yang ada di mading itu, ternyata anggotanya lumayan banyak, akupun ikut ganbung ke grupnya, siapa tahu saja bisa kena harumnya surgawi, berteman dengan anak-anak masjid, kataku dalam hati. Sebari menunggu adzan dzuhur berkumandang, aku terus menambah teman di jejaring sosial itu, ketika menambahkan teman yang bernama Ima, rasanya, pernah ada sesuatu yang ingat, dengan orang ini, lama ku mengingatnya ternyata dia itu yang membuat puisi yang sempat tadi ku baca.

Adzan Dzuhur berkumandang, menyerukan panggilannya untuk menghadap-Nya, sebagian siswa-siswi segera mengambil air wudhu dan ada sebagian lagi yang masih duduk-duduk memenuhi selasar masjid. Segera ku matikan music MP3 yang menempel di telingaku. Dan sehabis wudhu tanpa sengaja ku lihat rambut sorang akhwat yang lurus karena dia melepaskan jilbabnya, namun Dia tak mengetahuinya, karena wajahnya tertutupi tangannya yang sedang mengambil air wudhu.

Seusai sholat berjamaah aku berdo’a agar bisa di perkenalkan dengannya, karena selama ini aku hanya kenal lewat karya puisinya saja. Gambar wajah teduhnya sering kali membuatku merasa bahagia karena mahluk yang indah seperti dirinya. Seusai sholat aku segera kembali ke selasar mesjid berharap bisa bertemu dengannya siang ini, atau paling tidak aku bisa melihatnya dari arah kejauhan, yang paling jelas aku ingin menyatakan isi hatiku untuknya siang ini juga. Sementara beberapa temanku mulai beranjak meninggalkan selasar masjid ini dan segera pulang,semakin lama ku menunggunya semakin dalam pula aku terperosok dalam lubang cinta yang tak ku mengerti, walaupun penantianku sia-sia, dan diapun tak kunjung ada, akhirnya ku putuskan sekali lagi untuk menunggunya.

Sambil menunggunya yang tak kunjung ada, ku tebar pandanganku sambil melihat teman-temanku bermain futsal. Pukul dua lebih aku masih menunggunya, berharap Dia melintas ke arahku. Namun hingga akhir sholat Asyar selesai dia ternyata tak ada juga melintas, dan akhirnya ku putusaka saja untuk segera pulang.

Di pintu gerabang sekolah, penasaranku ingin jumpa dengan nya tak kunjung surut,dan sebelum ku beranjak pergi, seskali pandanganku mengarah ke belakang, namun dia tak kunjung ada. Hari yang semakin sore, angkotpun makin sedikt yang melintas ke arah sekolahku, hingga berjam-jam Aku harus menunggunya. Perasaan yang semakin goyah karena hari mulai petang akhirnya dapat sedikit berkurang, karena angkot yang ku tunggu akhirnya datang juga,dan tanpa ada yang perlu di pikirkan lagi akupun segera naik.

Ketika lampu merah di perempatan jalan yang ku lalui itu menyalakan lampu merah, semua kendaraan yang melintasinya berhenti. Kendaran yang berlalu lalang semakin membuat keruh suasana saja, ma’klum , kan sore ini menjelang malam mingguan. Dari arah belakang jendela kaca mobil angkot yang ku tumpangi ini, terlihat ada sepasang kekasih berhenti dengan sebuah motor. Dia mendekap erat lelakinya, wajah cantiknya melekat pada punggung lelaki itu. Kadang hati bertanya mungkinkah dia dan aku, kan seperti mereka, yang mungkin setiap hari bisa merasakan indah cinta, membayangkan seseorang yang akan mencintaiku sepenuh hati, mungkin bagiku mustahil, namun teringat ceramah yang ku dengar dari radio tadi pagi, bahwa sesungguhnya Tuhan itu menciptakan mahluknya berpasang-pasangan, tapi yang selau membuat hati ini bertanya, “Kapan Tuhan akan menganugrahiku seorang kekasih”. Bicara seorang kekasih rasanya masih terlalu dini bagiku, selain belum mapan dalam hal cinta, masih banyak lagi kekurangan yang aku miliki.

Nada SMS masuk berbunyi, ketika itu ternyata aku mendapat balasan dari pertanyaan yang sempat tadi ku jawab sambil iseng di selasar masjid, Aku merassa heran dan terkejut karena jawabanku benar sedang Aku masih awam soal agama. Sambil tersenyum kecil ternyata ada seseorang yang memperhatikan tingkahku yang tersenyum-senyum sendirian, dan ketika baru tahu akupun langsung tersipu malu.

Jarak antara rumahku dengan sekolah memang lumaya jauh, namun hal itu tak membuatku mengeluh, dan harus ku jalani dengan penuh tawadlu. Hari ini memang tak seperti hari hari biasanya, karena seperti biasanya aku berangkat ke sekolah mengendarai sepeda yang ku banggakan. Karena semenjak semester 1 hingga akhir, sepedaku selalu setia menemani pulang pergi kesekolah. Namu ketika pertengahan semester 3 sepedaku sering mengalami kerusakan, baik itu bannya kempes, rantainya putus melulu, sampai tak bisa bergerak roda belakangnya, yang akhirnya ku ikhlaskan sepedaku tuk di jual saja. Di simpang tiga ku berhenti “Kiri...” teriakku, akupun memberikan uang selembar satu ribu rupiah dari dalam saku.

Tak jauh dari lampu stopan tempatku menyebrang, hpku bergetar namun tak ku rasa, karena sebelumnya aku merobah modusnya menajdi bergetar. Adzan Magribpun mulai berkumandang, tepat ketika membuka pintu rumah, lelah memang menjalani hari-hari seperti ini, namun tak bisa ku pungkiri ini sudah menjadi kebiasaanku, semenjak minggu ini. Malam ini merupakan malam yang teramat indah bagi orang yang yang sedang di landa cinta, namun bagiku tidak. Aku segera merapikan barang bawaanku, lalu segera kusimpuan sepatuku. Lelah seharian menjalani aktivitas dapat sedikit hilang di guyur air yang membasahi sekujur tubuhku, “segar...sekali rassanya...” teriakku pelan-pelan. Sebagi seorang muslim tentunya sholat pardu harus di laksanakan, memang kalau melihat anak-anak remaja jaman sekarang sholat pardu itu di anggap hal yang sepele, sangat menyebalkan.

Tak jauh dari tempat tinggalku berdiri masjid yang cukup besar dan setelah selesai sholat magrib biasanya banyak anak-anak dan teman-teman sebayaku pergi mengaji. Sambil menunggu penuhnya madrasah, seperti biasa ku mendengarkan musik nasjid di hpku, namun ketika membukanya ada pesan masuk yang belum sempat terbaca, ketika pesannya ku baca ternyata isinya sambungan dari jawaban yang sempat ku jawab di selasar masjid tadi, bahwa isinya hadiah yang kudapatkan bisa di bawa hari senin pagi jam sepuluhan di kelas sembilan D. Akupun kirim balik dengan kata terimaksih.

Selama pengajian berlangsung bayangan si Dia masih terus melintas di pikiranku, entah mengapa ketika mengingat si Dia hatiku merasa teduh, bukan saja karena jilbabnya yang sering Dia kenakan tapi dari sikapnya juga. Sambil mendengarkan Ustadnya ceramah, aku iseng browsing internet di hpku, ketika membuka berandanya ternyata ada pemberitahuan bahwa orang yang membuat puisi itu menerima pertemananku, sontak saja ku komentar terimaksih udah nge-add.

Pengajianpun selesai , seperti biasa ku berkumpul dulu sambil menunggu adzan isya berkumandang, teman-temanku asyik mengobrol mengenai kegiatan-kegiatan di sekolahnya, sedangkan aku sendiri malah asyik dengan duniaku sendiri browsing internetan di hpku, kalau kata orang sich nge-net katanya. Ketika itu pesan baru masuk ternyata Cuma temanku yang nanyain mamingannya, lalu ku balas smsnya, namun ketika kumengirimkan pesannya ternyata salah kirim malah ke nomer yang lain. Pesan barupun masuk “salah kirim....” itulah isinya dan ku balas smsnya dengan penuh malu “mf ya tdi Q salah kirim..” dan akupun menanyakan namanya namun tak kunjung di balas.

Pukul delapan malam akupun langsung pulang kerumah mengerjakan makalah dan tugas-tugas lain yang masih belum sempat ku kerjakan. Malam minggu bukannya m elepaskan lelahnya belajar semingguan malah ngerjain tugas, Uhk... capenya.........

Mata yang tak bisa di ajak konfromi akihrnya mengalahkanku, sesekali ku tertidur di depan tugas-tugasku yang numpuk. Untuk menghilangkan rasa ngantuknya,Aku pergi keluar sambil mengerak-gerakkan leher dan pergelangan tanganku karena pegal berjam-jam terus menulis. Ketika ku keluar di tengah malam yang sepi, udara malam hari sangat sejuk sekali di bandingkan tadi siang, yang panas dan gersang. Sambil mengurangi heningnya malam hari ku ambil gitar dan ku bernyanyi-nyanyi sendiri menghibur hati yang sendiri. Kini aku benar-benar sendiri, ingin rasanya ada yang mebawaku pergi.

Malam semakin larut, namun aku masih terus berdiam sendiri di luar rumah sambil memegang gitarku. menunggu seseorang untuk tinggal di hatiku, berdiri sendiri di tengah malam yang sepi. Suara getaran hp yang ku simpan di atas meja, mengejutkanku yang melamun mengharapkan ada seseorang yang setulus hati menemaniku. Sambil mengosok-gosokan mata, dan sesekali menguap sambil ku baca isi pesan itu, namun nomer hpnya baru. Dan ku tanyakan “ mf siapa ya???........” ku kirim balik, ternyata Diapun membalas balik pesanku “ ini Ima kamu siapa?”. Dan akupun terkejut ketika mebaca kata Ima di akhir pesan itu, rasa ngantuk yang menyelimutiku sontak berubah laksana musim semi tiba, seolah-olah bunga-bunga yang ada di pot depan rumahku bermekaran, bintang malam yang selalu menemaniku dan tempatku mengeluh mungkin ini adalah jawabannya. Akupun berlari ke kursi taman yang ada di belakang rumahku dan ku beri tahu bahwa orang yang selama ini ku mimpikan membalas pesanku.

Lama bersmsan dengannya di kursi taman yang setia, ternyata di lain sisi Dia itu orangnya humoris, sesekali Dia mengirimnkan sms lucu yang membuatku tertawa kecil. Waktu yang hampir setengah dua belas malam akhirnya mengakhiri acara SMSanku dengannya, dan ku bilang “ semoga tidurmu dalam ke imanan”.....Diapun mengirim balik pesan selamat malamnya sama sepertiku, dan akupun larut tidur, sambil membayangkannya kelak menjadi teman hidupku di kursi taman.

Pemandangan biru muda dan kebun teh yang menghampar luas, tampak indah ku lihat dari kejauhan, perlahan ku dekati sambil mengayunkan kedua tangan di atas rumput ilalang yang menuju kebun teh yang menghampar luas itu. Aroma khas pegunungan sangat jelas ku rasakan, dan ketika ku menelusuri di jalan setapak yang sedikit bergelombang lumayan tinggi, kulihat pegunungan yang sangat indah berjajar tersusun rapih.

Tampak indah memang kebun teh yang sedang ku nikmati ini, di atas bukit yang di kelilingi pohon teh, ku regangkan kedua tangan ini, dan sesekali ku berteriak “ima.........”.memang Dia yang selalu terlintas di pikiranku setiap waktu.

Dari tempat yang sedikit berkabut di arah depanku, datang seseorang membelakangiku dan ketika ku menyapanya wajahnya yang sedikit tertutup kabut sehingga pandanganku tidak begitu jelas. Ku menghamipirinya, dan ketika ku lihat kedua matanya Dia itu sama percis dengan orang yang selalu terlintas di hatiku, bahkan lebih dari mirip, namun tak ku ucapkan, karena takut akhirnya Dia tersinggung.

Dengan sedikit gugup Aku bertanya padanya, “Affwan, siapa namamu??”. Namun Dia hanya tersenyum sambil mengalihkan pandangannya, dan untuk kedua kalinya ku menanyakan namanya, lalu Diapun menjawabnya “Namaku Ima”, dengan lembutnya. Lama berbicara dengannya, ternyata pembicaraan kami berdua sangat nyambung, perlahan Aku merasa nyaman berada di sampingnya. Tawa kecil yang sesekali membuat kedua pipinya terangakt seperti huruf U, membuatku merasa tak bosan memandangnya.

Suara air yang menggericik dari sela-sela batu irigasi, mengundangku untuk melihatnya. Dan entah mengapa tanganku memegang tangannya yang lembut dan halus, untuk melihatnya. Diapun beranjak dari tempat tidurnya, tiba-tiba mata Imanya tertuju pada sepucuk bunga kembang kertas yang berwana-warni di samping pohon cengkeh. Akupun segera memetik salah satunya dan memberikan bunga itu kepadanya. Mendadak muncul euforia dalam hatiku, dadaku berdegup kencang , kelebat angin lalu lalang di sekitar kita berdua. Rambut panjangnya melayang ringan terbawa angin. Benar-benar mirip adegan romantis dala sinetron. Sejak itulah muncul perasaan dalam diriku, perasaan yang entah datang dari mana dan entah apa namanya.

Sejak ituhlah muncul benih-benih cinta di hatiku, gemericik air dan harumya khas pegunungan berpadu bersama angin. Semua seakan berpadu menyaksikan bangkitnya cinta dalam hatiku.

Namun ketika Aku akan memasangkan bunga kembang kertas itu di telinga sebelah kanannya, kakiku bertumpu di tanah yang retak, dan dalam hitungan detik Akupun terperosok jatuh ke semak-semak yang tak jauh dari tempat kami berdiri, dan setelah sadar ternyata semua itu hanya mimpi, betapa kesalnya hatiku karena tak sempat memasangkan bungannya.

Senin pagi yang kutunggu, dari arah gerbang sekolah berdiri seorang wanita yang mengenakan jibab putih membelakangiku, dan ketika ku menghampirinya Dia melihat papan membalas namaku, “ Maaf, kamu yang namanya Anggi?” Dia bertanya duluan dan Akupun membalasnya “ Ya, memang ada apa?”

“Aku mau memberikan hadihnya buat kamu, karena jawabanmu yang dulu kirimkan benar sekali” Dia menjawab ucapanku dengan lembutnya, ma’lum saja, kan Dia Alim banget orangnya. “Oh, terimakasih, akh padahal gak di kasih juga gak apa-apa” lalu Diapun memberikan hadiahnya untukku. Perasaanku saat itu tak bisa di bayangkan seumpama khayalan. Orang yang Aku mimpikan ternyata ada di hadapanku, betapa tak ku sia-siakan hal ini. Akupun mengajaknya mengobrol di depan kelasku, sambil menawarkan permen yang ku simpan di dalam saku.

Sungguh indah bisa mengenalnya, wajar saja karena Dia itu bagaikan bidadari dalam hatiku, bahkan lebih dari itu. Lama kelamaan pembicaraan kami ini sangat nyambung, sampai kata yang akan Aku ucapkan berbarengan dengannya.

Hatiku benar-benar tersentuh olehnya, ketika mendengar Ayahnya meninggal, namun apalah yang bisa ku ucapkan selain kata bersabar, karena tak mungkin bisa ku bangkitkan kembali orang yang telah meninggal.

Setelah semuanya selesai, Diapun kembali ke kelasnya. Peralahan Dia melangkah jauh, dan semakin tak rela ku melihat dirinya sendiri, apalagi setelah di tinggalkan oleh Ayahnya, betapa semakin cinta Aku padanya.

Pukul dua, jam pelajaranpun usai. Seperti biasanya seusai KBM selesai Aku pergi ke masijd Al-Amanah yang ada di sekolahku, ku tebar pandanganku ke arah selasar masjid. Tak jauh dari situ, kulihat Dia sedang duduk termenung menatap ke arah lapangan futsal tepat di depan Masjid, tetapi jantungku seakan berhenti berdegup. Dia tidak sendiri, namun seorang lelaki mendampingi di sampinginya, tak lama kemudian mereka berlalu. Rumput terbakar teriknya matahari itulah Aku, kering dan layu yang ada hanyalah sisa abu

Aku berlalu meninggalkan selasar masjid, ku tinggalkan sebuah kata “Aku tlah patah hati”. Namun Aku akan selalu menunggunya di selasar masjid ini, berharap Dia menjadi kisahku.

0 Comments:

Post a Comment



Flag Counter